Perkenalan dengannya secara kebetulan. Yayasan
menugaskan menghadiri perhelatan satu karyawan yang menikah di Cibuaya
di Selatan Jawa Barat. Dari informasi ada satu hotel di dekat muara
Sungai Cibuaya — informasi tambahan bahwa memang muara sungai itu
dulunya tempat komunitas buaya. Bahkan kalau beruntung adakalanya sampai
saat kini pun terkadang ditemukan buaya berjemur di tepian yang berbatu
granit itu.
Hotelnya
bersih tetapi sepi — konon dulu memang ada hotel-chain yang membuat
kerjasama dengan hotel ini — keistimewaannya menyaksikan matahari
terbenam di Lautan Hindia itu. Tetapi wanti-wanti dilarang
potret-potretan , apalagi ke arah matahari terbenam. Pasti tidak jadi,
termasuk seluruh shooting lainnya.
Di
perhelatan mendapat tambahan informasi tentang daerah wisata itu,
terutama hotel di atas bukit itu — ketika pulang malam sungai yang
tadinya berliku-liku dan muaranya terlihat — kini gelap gulita, begitu
juga latar ke barat. Gelap gulita.
Malam ini ada pertunjukan wayang golek, tetapi tidak berminat — lebih baik membaca dan menulis. Hotel itu hanya berpenghuni tamu dua orang — tadinya juga ada seorang satpam, kini tidak terlihat. Apakah dia menonton wayang ?
Di beranda terlihat sosok wanita duduk sendirian, ia memandang ke arah barat — selendang nya tersampir di tangan kursi. Terdengar ia bernyanyi — suaranya terdengar sayup-sayup. Kebayanya tidak jelas warna biru ataukah coklat.
Sekonyong-konyong
ia menghilang — iseng, supir ditelpon tidak bereaksi; tidurkah ? Konon
memang biasanya ada wanita datang menawarkan pijat, apabila diketahui
ada tamu hotel. Dia berasal dari desa mana tidak jelas. Biasa ia bisa tiba-tiba muncul.
Tidak memikirkan perempuan itu lagi, jadi teringat Aki Kosasih dengan isterinya. Sewaktu
mudanya mungkin aki itu ganteng sekali — sosoknya di hari tua pun masih
tampak perawakan yang berwibawa; isterinya dulu barangkali hitam manis.
Kesan pertama ia enak diajak bercakap-cakap — lantas ia bisa mengambil
alih pembicaraan. Memang ia tampaknya dulunya orang terpelajar juga. Ia
pensiunan PLN.
Tidak
habis mengerti mengapa ia lantas begitu akrab — dan menawarkan jasa
paranormal. Pertama-tama ia mengajukan statemen seperti meramal : “
Bapak akan segera dipanggil lagi untuk bekerja — pengalaman bapak akan
digunakan lagi oleh Lembaga tempat bapak dulu bekerja “
“Ah, saya tidak suka bekerja kembali di tempat itu — walau sebagai konsultan sekali pun”.
Ia
tetap memberikan berbagai analisisnya, yang mendukung ramalan itu —
saya menganggapnya akan menjebak untuk menggunakan jasanya.
Hebatnya sebelum berpisah ia kembali menegaskan bahwa ramalan itu, terawangannya itu malah dengan tata waktu. Lho ?
Ajaib,
memang kemudian seorang sahabat yang dulunya mengambil “pensiun dini” —
mendadak menelpon, bahwa ia mendapat tawaran bekerjasama dalam proyek
“Standardisasi dan Katalogus” Barang-barang stock perusahaan — yang dulunya merupakan bagian dari Sister Company. Tawaran itu ditolak.
Ada
rumah tua akan dijual — isteri dan anak-anak mempunyai vision bahwa
rumah itu kalau dibeli dan renovasi, bakalan membawa keberuntungan,
disewakan kepada orang asing. Wah.
Informasinya
rumah itu sudah lama kosong — bahkan konon rumah tua itu, seluruh
generasi pemiliknya sudah mati — hanya tinggal seorang, namanya Imron. Notaris telah menjamin memang Imronlah satu-satu ahli waris. Pemilik rumah itu, adalah Haji Syamsuri — seorang tokoh DI/TII yang mati tertembak dalam clash menyergap Maridjan Kartosoewiryo. Selanjutnya satu –persatu isteri dan keturunannya meninggal dunia. Tinggallah si Imron, cucunya.
Dulu
nenek berpesan kalau membeli rumah — harus ditiduri si pemilik baru,
agar mengenal karakter rumah — atau berkenalan dengan para “penjaga
rumah”. Isteri konsekwen untuk melaksanakan amanat itu. Ia memang seorang investor yang penuh perhitungan. Ia tidak gentar, seperti rumah-rumah kami yang lain pun — “dilakukan ritual semacam itu”.
Untuk
menentramkan hati dan agar dapat menyelenggarakan “adat” yang lengkap,
dulunya enggak pernah, hanya langsung tidur saja — iseng-iseng Aki
Kosasih dikontak, apakah ia ada waktu ke Jakarta.
Aki datang, dan kemudian dibawa ke rumah itu. Rumah itu mojok rapat ke salah satu sudut tanah — tanahnya sekitar 800 meter persegi. Kamarnya
ada 12 dengan satu pavilun di sisi barat — kamar mandi ada 4, salah
satu di sudut barat berbentuk kulah berukuran 4 x 2 meter dalamnya satu
meter. Suasana memang serem, karena tidak pernah dipakai — di sana ada berdiam beberapa lele putih.
Aki beraksi dengan bebungaan dan pembakaran dupa serta kemenyan putih. Baru sekali itu keluarga terlibat acara ritual paranormal. Yang penting di akhir ritual ia membaca Surah Yassin, dan membacakan doa dengan lafaz Arab dan Indonesia — menentramkan bathin bahwa itu bukan acara syirik.
“Rumah ini akan membawa untung — tuah kata orang Melayu. Rumah ini bertuah. Memang ada tiga penghuninya, sejenis genderwo atau dedemit. Yang dua suami istri, yang berdiam di gang menuju kamar mandi di Timur — yang satu, itu berdiam di kamar mandi dengan kulah lebar di Barat itu. Mereka tidak mengganggu. Tetapi kalau mau dibuang, bisa saya tangkap !”
Rumah itu kosong — sudah lunas dibayar. Sekarang ada 6 kursi plastik di ruang tamu paling depan. Di kamar utama berukuran 6 x 6 meter, kini terhampar permadani dengan bantal dan guling untuk persiapan tidur.
Tanpa
komando, Aki Kosasih rupanya hilir mudik dibantu isterinya — tiba-tiba
saja mereka telah kembali ke ruang tamu dengan dua botol bekas minuman
ringan.
“ Ini ketiga makhluk gaib itu telah saya tangkap, lihatlah “ ia menunjukkan kedua botol itu”
Tampak di dalam botol ada gumpalan kapas putih — mulut botol telah ditutup dengan gabus.
“Nampak makhluk itu ?” Kami
semua ingin menyaksikan makhluk itu — rasanya permainan optik juga,
botol itu bening bersegi-segi — dengan kapas di dalamnya dan bias
prismatik, sepertinya memberikan gambaran “sesuatu”. Apakah Aki Kosasih seorang paranormal penipu, sugestif atau memang ia pun meyakini penglihatannya ?
Satu botol menggambarkan benda bergaris biru sedang berdiri dan satu lagi sedang duduk di atas gumpalan kapas. Botol yang lain sepertinya berisi “sesuatu” panjang seperti belalalang dengan sungutnya. Hantukah itu ?
Macam-macam tambahan keterangan Aki — tetapi kesimpulannya bersugesti, investasi akan menguntungkan.
Kedua
botol itu diletakkan di atas tumpukan bata (di depan kamar mandi besar
di pojok Barat). Memang percaya tidak percaya, jadi tidak ditanggapi
soal ritual pembuangan hantu itu.
Setelah diberi honor, dan mereka akan pamit pulang ke Bandung. Aki sempat mengajukan pertanyaan “ Diterima tawaran kerja itu ?”
“Tidak
aki, saya tetap ingin mengajar saja — sudah tekad saya untuk menjalani
masa pensiun sebagai guru, seperti dulu juga saya memulai karier saya
sebagai guru di Cepu” Kaget dengan ramalannya yang tepat dan semula seperti mengada-ada saja.
Kamar Utama di mana kami tidur mempunyai pintu kupu-kupu di dua sisinya. Utara dan Barat. Di Timur ada jendela besar berukuran kira-kira 160 x 200 cm (selebar pintu) — di depan pintu barat semacam ruangan keluarga dengan beberapa jendela besar. Di
luar depan deretan jendela itu ada pohon belimbing sagi yang sudah
sangat tua — menyambung ke belakang pavilion semacam taman keputren.
Tertutup tembok tingggi — gaya
rumah Arab. Sepanjang malam terdengar bunyi klebatan dan cicit suara
monster — ya, monster itu sejenis codot yang sedang memanen belimbing.
Bukan penghisap darah.
Udara di dalam kamar sejuk, karena plafonnya tinggi, mungkin terbuat dari papan yang baik. Sebelum tidur semua lampu dihidupkan termasuk di kamar utama.
Kira-kira
jam satu malam istri menjerit memeluk — dengan tergagap-gagap katanya,
ia melihat sosok coklat kehijauan seperti belalang atau monyet berwarna
beruk — melompat dari daun pintu ke bidang jendela. Ternyata tidak terlihat bekas fisik apa-apa.
Imajinasikah ? Memang
gejala paranormal atau supernatural terkadang antara penyaksian optik
ataupun imajinatif — tidak bisa dibuktikan dengan akal. Yang
penting kita harus berani menunjukkan keberadaan manusia — “mereka”
pasti mengalah sebagaimana pada umumnya para binatang terhadap manusia.
Ya ‘kan ?
Ada dua hal : belakangan tutup botol itu tidak tertutup lagi — kapas masih ada. Dari sudut mana pun dilihat tidak ada apa –apa, Cuma kapan penutupnya dibuka ? Oleh siapa ?
Satu
hal lagi, rumah itu laku dikontrak oleh perusahaan perminyakan —
dijadikan kantor dan mess pegawainya. Juga tidak jelas apakah mereka
menyaksikan makhluk gaib di rumah itu.
http://fiksi.kompasiana.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar