Rabu, 29 Juni 2011

BEROBAT DALAM TINJAUAN SYARIAT

الْحَمْدُ لِلهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، أَمَرَ بِالتَّوَكُّلِ عَلَيْهِ مَعَ الْأَخْذِ بِالْأَسْبَابِ النَّافِعَةِ، وَنَهَى عَنِ الْإِعْتِمَادِ عَلَى غَيْرِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ؛
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْااللهَ تَعَالَى فِيْ السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ فَإِنَّ التَّقْوَى سَبَبٌ لِتَفْرِيْجِ الْكُرُوْبِ وَمَحْوِ الذُّنُوْبِ
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dalam keadaan apapun. Sesungguhnya dengan bertakwa kepada-Nyalah, seseorang akan dikeluarkan oleh Allah l dari berbagai kesulitan yang dihadapinya.


Hadirin rahimakumullah,
Kita semua adalah makhluk yang lemah dan senantiasa membutuhkan pertolongan Allah l. Maka janganlah orang yang sehat dan kuat tertipu dengan kekuatannya, sehingga merasa dirinya bisa melakukan apa saja yang dikehendakinya tanpa memohon pertolongan Rabb-nya. Sebaliknya, jangan pula orang yang tertimpa musibah atau dalam kondisi lemah berputus asa dari rahmat-Nya. Ingatlah bahwa putus asa adalah sifat yang sangat tercela. Orang yang berputus asa sama artinya telah berburuk sangka kepada Rabb-nya, serta menganggap bahwa rahmat Allah l itu sangat sedikit terhadap hamba-hamba-Nya. Allah l telah menyebutkan dalam firman-Nya ketika mengabarkan perkataan Nabi-Nya Ibrahim q:
“Telah berkata (Ibrahim q): ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb-nya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (Al-Hijr: 56)

Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa mencontoh akhlak para nabi, yang senantiasa yakin akan pertolongan Allah l. Di antaranya Allah l sebutkan tentang Nabi-Nya, Ibrahim q yang berkata:
“Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.” (Asy-Syu’ara: 80)
Begitu pula tentang Nabi-Nya, Ayyub q:
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia berdoa kepada Rabb-Nya: ‘Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang’.” (Al-Anbiya’: 83)

Hadirin rahimakumullah,
Demikianlah keadaan sosok orang-orang yang mengenal Allah l dengan pengenalan yang sebenar-benarnya. Sehingga dengan sebab itu, mereka menjadi orang-orang yang senantiasa yakin akan pertolongan Allah l dan senantiasa berprasangka baik kepada-Nya. Begitu pula, dengan sebab keimanan mereka kepada Allah l yang kokoh menancap di dalam hatinya, mereka menjadi orang yang yakin bahwa Allah l Mahakuasa untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan bahwasanya Allah l sangat luas rahmat-Nya serta sangat besar kebaikan dan keutamaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam kehidupannya di dunia, setiap orang tentu sangat mungkin untuk jatuh sakit. Bahkan terkadang dalam satu waktu seseorang bisa terkena beberapa jenis penyakit. Maka perlu kiranya kita ingatkan, bahwa orang yang sedang sakit disyariatkan baginya untuk memerhatikan dua perkara, yaitu:
Yang pertama: Tidak mengucapkan kata-kata atau melakukan perbuatan yang menunjukkan ketidaksabaran terhadap ketetapan Allah l atas dirinya. Namun dia harus bersabar atas ketetapan Allah l pada dirinya. Karena kesabaran seorang muslim menandakan keimanan dirinya, sebagaimana disebutkan oleh Nabi n dalam sabdanya:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَه
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang muslim, (karena) sesungguhnya semua urusannya berakibat baik (baginya), dan yang demikian ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang muslim, (yaitu) apabila mendapat nikmat dia bersyukur sehingga akibatnya baik baginya dan apabila tertimpa musibah dia bersabar dan akibatnya (juga) baik baginya.” (HR. Muslim dan yang lainnya)
Begitu pula hendaknya orang yang sakit juga melakukan introspeksi diri dari kesalahan-kesalahannya. Karena musibah yang menimpa seseorang merupakan akibat dari kesalahannya, sebagaimana Allah l sebutkan di dalam firman-Nya:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Sehingga dengan kesabarannya dan upaya mengintrospeksi diri tersebut akan menjadi sebab terhapuskan dosa-dosanya.

Hadirin rahimakumullah,
Adapun perkara kedua yang perlu diperhatikan oleh orang yang sakit adalah berobat dengan pengobatan yang bermanfaat. Tidak boleh baginya untuk mencari bentuk pengobatan yang menyelisihi syariat. Hal ini karena Allah l telah menetapkan bahwa segala penyakit itu ada obatnya. Maka hendaknya yang dia lakukan adalah berusaha untuk mencari tahu tentang obat atau tatacara pengobatannya, karena tidak setiap orang mengetahuinya. Al-Imam Muslim t di dalam kitab Shahih-nya menyebutkan dalam salah satu hadits yang beliau riwayatkan dengan sanadnya melalui jalan sahabat Jabir bin ‘Abdillah z, dari Nabi n, bahwasanya beliau n bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya, apabila obat penyakit tersebut mengenai (orang yang sakit) maka dia akan sembuh atas izin Allah k.” (HR. Muslim)
Hadits tersebut dan yang semisalnya menunjukkan bahwa orang yang sakit tidak dilarang untuk berobat. Begitu pula berobatnya orang yang sakit tidaklah berarti menentang ketetapan Allah l serta tidak pula bertentangan dengan kewajiban bertawakkal kepada-Nya. Bahkan orang yang berobat ibarat orang yang berusaha menghilangkan rasa lapar dan hausnya dengan makan dan minum. Tentunya hal tersebut sebagaimana telah kita ketahui bersama merupakan perkara yang tidak terlarang. Bahkan berobat selama menggunakan cara yang tidak bertentangan dengan syariat merupakan salah satu bentuk usaha yang menunjukkan benarnya tawakkal seseorang. Di samping itu, telah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu telah ditetapkan sebab untuk mendapatkannya. Sehingga justru dengan berobat akan menjadi sebab semakin sempurnanya tauhid seseorang.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa berobat yang sesuai dengan syariat secara umum bisa dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama adalah berobat dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan doa-doa yang diajarkan oleh Nabi n. Yaitu dengan cara dibacakan ayat dan doa tersebut dengan diniatkan untuk mengobati pada bagian yang terkena sakit. Pengobatan cara seperti ini disebut dengan istilah ruqyah. Cara ini, dengan izin Allah l, akan menjadi sebab sembuhnya orang yang terkena penyakit. Karena Allah l telah memberitakan kepada kita bahwa kalam-Nya adalah obat. Sebagaimana pula telah disebutkan dalam banyak hadits yang menunjukkan disyariatkannya pengobatan dengan cara ini. Di antaranya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim t dalam Shahih-nya:
أَنَّ النَّبِيَّ n كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالمُعَوِّذَاتِ
“Bahwasanya Nabi n dahulu apabila terkena sakit beliau membaca untuk (mengobati) dirinya dengan mu’awwidzat (yaitu surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas).” (HR. Muslim)
Adapun cara yang kedua adalah berobat dengan menggunakan pengobatan yang bermanfaat dan diperbolehkan secara syariat. Adapun obat-obatan yang terbuat dari sesuatu yang diharamkan oleh Allah l maka tidak boleh dijadikan sebagai obat. Hal ini sebagaimana disebutkan Nabi n dalam sabdanya, ketika ada salah seorang sahabat yaitu Thariq bin Suwaid z menanyakan tentang khamr, yaitu sesuatu yang memabukkan, untuk dijadikan sebagai obat. Maka beliau menjawab:
إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٍ
“Sesungguhnya (khamr) itu bukan obat bahkan (khamr)itu adalah penyakit.” (HR. Muslim)

Hadirin rahimakumullah,
Termasuk pengobatan yang tidak diperbolehkan adalah pengobatan dengan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan penyakit. Misalnya dengan mengikatkan benang di leher atau di tangan, dengan maksud untuk menghilangkan penyakit yang mengenainya atau untuk mencegah datangnya penyakit. Perbuatan ini bahkan dikategorikan sebagai perbuatan syirik yang bisa mengurangi kesempurnaan iman, bahkan bisa menghilangkannya. Oleh karena itu, apa yang dilakukan sebagian orangtua dengan mengalungkan benang di leher atau di tangan anaknya ketika ingin mengobatinya dari penyakit panas atau yang semisalnya adalah cara pengobatan yang dilarang dalam syariat. Karena benang atau semisalnya yang dikalungkan itu tidak ada kaitannya secara langsung untuk mengurangi atau menghilangkan penyakit. Oleh karena itu disebutkan dalam hadits, bahwa Nabi n ketika mendapatkan ada sahabatnya yang mengenakan sejenis logam di lengannya untuk menghilangkan sakit pada lengannya tersebut, beliau n mengatakan:
انْزِعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، فَإِنَّكَ لَوْ مُتَّ وَهُوَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا
“Lepaskan dan buanglah (logam yang engkau lingkarkan di tanganmu), karena sesungguhnya (apa yang kamu lingkarkan di tanganmu itu) tidak akan membuat engkau kecuali semakin lemah. Seandainya engkau mati dalam keadaan masih memakainya, sungguh engkau tidak akan mendapatkan keberuntungan selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang dikatakan baik oleh sebagian para ulama)

Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita senantiasa berhati-hati dalam masalah yang berkaitan dengan pengobatan dan tatacaranya. Jangan sampai keinginan untuk mendapatkan kesembuhan baik untuk diri kita, keluarga kita, atau yang lainnya, membuat kita tidak memerhatikan aturan yang telah disyariatkan. Ingatlah bahwa sakit yang menimpa seseorang itu tidaklah seberapa dibandingkan siksa Allah l di akhirat kelak. Maka janganlah kita mengorbankan agama kita dengan terjatuh pada pelanggaran dan menyalahi syariat-Nya, terkhusus dalam masalah berobat. Begitu juga dalam masalah yang lainnya. Mudah-mudahan Allah l senantiasa menjaga dan menunjuki kita semua ke jalan yang diridhai-Nya. Wallahu a’lamu bish-shawab. Walhamdulillahi rabbil ’alamin.

Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita berusaha untuk mengenal Rabb kita dengan sebenar-benarnya. Semakin mengenal-Nya, maka kita akan semakin mengerti apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan di dunia ini. Seseorang yang mengetahui Allah l adalah Rabb yang memiliki sifat hikmah dan Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya, tentu akan bersabar dan tetap istiqamah di atas syariat-Nya. Karena dia mengerti bahwa di balik datangnya musibah itu ada hikmah yang Allah l kehendaki. Di antaranya adalah sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Sehingga dengan ujian tersebut terbedakanlah antara orang yang bersabar dengan yang tidak bersabar. Oleh karena itu, seseorang yang telah mengenal Rabbnya tidak akan melanggar syariat-Nya tatkala dirinya ditimpa musibah. Termasuk dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan masalah berobat. Seorang muslim tentu tidak akan mengorbankan agamanya, dengan melakukan pengobatan yang diharamkan oleh Allah l.

Hadirin rahimakumullah,
Termasuk dari cara berobat yang diharamkan oleh Allah l adalah cara pengobatan dengan mendatangi para dukun atau yang semisalnya. Bahkan para ulama telah menghukumi para dukun atau tukang ramal sebagai orang-orang kafir. Karena mereka dalam praktik pengobatannya menggunakan bantuan dan beribadah kepada setan. Begitu pula, karena mereka adalah orang-orang yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi mengaku bahwa dirinya bisa mengetahui perkara yang ghaib. Maka tidak boleh bagi orang yang menderita sakit untuk mendatangi dukun atau orang-orang yang dianggap bisa meramal nasib atau mengetahui apa yang akan terjadi di masa datang. Begitu pula tidak boleh bagi kaum muslimin untuk membenarkan berita yang datang dari mereka.

Hadirin rahimakumullah,
Di dalam Shahihnya, Al-Imam Muslim t meriwayatkan bahwa Nabi n bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Barangsiapa mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu (kepadanya) maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lainnya disebutkan:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا وَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa mendatangi dukun dan membenarkan ucapannya maka dia telah mengingkari wahyu yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Muslim)
Kedua hadits tersebut dan hadits-hadits lainnya yang semakna menunjukkan larangan dan ancaman yang sangat keras bagi orang yang mendatangi serta membenarkan berita dari dukun dan yang semisalnya.

Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui bahwa pada masa sekarang banyak praktik perdukunan yang dikemas dalam bentuk praktik pengobatan. Oleh karena itu, jangan sampai kita tertipu dengan istilah-istilah yang mereka pakai untuk mengaburkan keadaan mereka yang sesungguhnya. Janganlah kita tertipu dengan istilah ruqyah, pengobatan alternatif, atau yang semisalnya yang mereka gunakan dalam praktik perdukunan mereka. Janganlah kita tertipu ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka gunakan. Karena mereka menggunakannya tidak sebagaimana mestinya. Begitu pula janganlah kita tertipu dengan penamaan diri mereka dengan sebutan paranormal, orang pintar, tabib, bahkan kyai atau ustadz sekalipun. Berhati-hatilah dalam perkara ini dengan bertanya kepada para ulama atau penuntut ilmu yang kokoh di atas agama Allah l agar kita tidak melanggar syariat-Nya. Sungguh mereka adalah orang-orang yang sangat berbahaya dan tidak ada kebaikannya.
Maka sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk tidak mendatangi praktik-praktik perdukunan yang mereka lakukan, serta tidak menyaksikan pertunjukan-pertunjukan yang menggunakan bantuan setan yang mereka peragakan. Sebagaimana pula hendaknya pemerintah melarang praktik dan pertunjukan tersebut. Karena semua itu bertentangan dengan syariat Allah l. Mudah-mudahan Allah l senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita dan para pemimpin bangsa kita sehingga bisa menjalankan syariat-Nya.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ، اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ احْفَظْ وُلاَةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ، يَا حَيُّ، يَا قَيُّوْمُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
oleh: Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.

Tidak ada komentar: