الْحَمْدُ لِلهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، أَمَرَ بِالتَّوَكُّلِ
عَلَيْهِ مَعَ الْأَخْذِ بِالْأَسْبَابِ النَّافِعَةِ، وَنَهَى عَنِ
الْإِعْتِمَادِ عَلَى غَيْرِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَأَتْبَاعِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ؛
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْااللهَ تَعَالَى فِيْ السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ فَإِنَّ التَّقْوَى سَبَبٌ لِتَفْرِيْجِ الْكُرُوْبِ
وَمَحْوِ الذُّنُوْبِ
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dalam keadaan apapun.
Sesungguhnya dengan bertakwa kepada-Nyalah, seseorang akan dikeluarkan
oleh Allah l dari berbagai kesulitan yang dihadapinya.
Hadirin rahimakumullah,
Kita semua adalah makhluk yang lemah dan senantiasa membutuhkan
pertolongan Allah l. Maka janganlah orang yang sehat dan kuat tertipu
dengan kekuatannya, sehingga merasa dirinya bisa melakukan apa saja yang
dikehendakinya tanpa memohon pertolongan Rabb-nya. Sebaliknya, jangan
pula orang yang tertimpa musibah atau dalam kondisi lemah berputus asa
dari rahmat-Nya. Ingatlah bahwa putus asa adalah sifat yang sangat
tercela. Orang yang berputus asa sama artinya telah berburuk sangka
kepada Rabb-nya, serta menganggap bahwa rahmat Allah l itu sangat
sedikit terhadap hamba-hamba-Nya. Allah l telah menyebutkan dalam
firman-Nya ketika mengabarkan perkataan Nabi-Nya Ibrahim q:
“Telah berkata (Ibrahim q): ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Rabb-nya, kecuali orang-orang yang sesat’.” (Al-Hijr: 56)
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa mencontoh akhlak para nabi, yang senantiasa
yakin akan pertolongan Allah l. Di antaranya Allah l sebutkan tentang
Nabi-Nya, Ibrahim q yang berkata:
“Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.” (Asy-Syu’ara: 80)
Begitu pula tentang Nabi-Nya, Ayyub q:
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia berdoa kepada Rabb-Nya:
‘Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang
Maha Penyayang di antara semua yang penyayang’.” (Al-Anbiya’: 83)
Hadirin rahimakumullah,
Demikianlah keadaan sosok orang-orang yang mengenal Allah l dengan
pengenalan yang sebenar-benarnya. Sehingga dengan sebab itu, mereka
menjadi orang-orang yang senantiasa yakin akan pertolongan Allah l dan
senantiasa berprasangka baik kepada-Nya. Begitu pula, dengan sebab
keimanan mereka kepada Allah l yang kokoh menancap di dalam hatinya,
mereka menjadi orang yang yakin bahwa Allah l Mahakuasa untuk melakukan
apa yang dikehendaki-Nya dan bahwasanya Allah l sangat luas rahmat-Nya
serta sangat besar kebaikan dan keutamaan-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam kehidupannya di dunia, setiap orang tentu sangat mungkin untuk
jatuh sakit. Bahkan terkadang dalam satu waktu seseorang bisa terkena
beberapa jenis penyakit. Maka perlu kiranya kita ingatkan, bahwa orang
yang sedang sakit disyariatkan baginya untuk memerhatikan dua perkara,
yaitu:
Yang pertama: Tidak mengucapkan kata-kata atau melakukan perbuatan
yang menunjukkan ketidaksabaran terhadap ketetapan Allah l atas dirinya.
Namun dia harus bersabar atas ketetapan Allah l pada dirinya. Karena
kesabaran seorang muslim menandakan keimanan dirinya, sebagaimana
disebutkan oleh Nabi n dalam sabdanya:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ
ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ
فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَه
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang muslim, (karena) sesungguhnya
semua urusannya berakibat baik (baginya), dan yang demikian ini tidak
didapatkan kecuali pada diri seorang muslim, (yaitu) apabila mendapat
nikmat dia bersyukur sehingga akibatnya baik baginya dan apabila
tertimpa musibah dia bersabar dan akibatnya (juga) baik baginya.” (HR.
Muslim dan yang lainnya)
Begitu pula hendaknya orang yang sakit juga melakukan introspeksi
diri dari kesalahan-kesalahannya. Karena musibah yang menimpa seseorang
merupakan akibat dari kesalahannya, sebagaimana Allah l sebutkan di
dalam firman-Nya:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Sehingga dengan kesabarannya dan upaya mengintrospeksi diri tersebut akan menjadi sebab terhapuskan dosa-dosanya.
Hadirin rahimakumullah,
Adapun perkara kedua yang perlu diperhatikan oleh orang yang sakit
adalah berobat dengan pengobatan yang bermanfaat. Tidak boleh baginya
untuk mencari bentuk pengobatan yang menyelisihi syariat. Hal ini karena
Allah l telah menetapkan bahwa segala penyakit itu ada obatnya. Maka
hendaknya yang dia lakukan adalah berusaha untuk mencari tahu tentang
obat atau tatacara pengobatannya, karena tidak setiap orang
mengetahuinya. Al-Imam Muslim t di dalam kitab Shahih-nya menyebutkan
dalam salah satu hadits yang beliau riwayatkan dengan sanadnya melalui
jalan sahabat Jabir bin ‘Abdillah z, dari Nabi n, bahwasanya beliau n
bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya, apabila obat penyakit tersebut mengenai
(orang yang sakit) maka dia akan sembuh atas izin Allah k.” (HR.
Muslim)
Hadits tersebut dan yang semisalnya menunjukkan bahwa orang yang
sakit tidak dilarang untuk berobat. Begitu pula berobatnya orang yang
sakit tidaklah berarti menentang ketetapan Allah l serta tidak pula
bertentangan dengan kewajiban bertawakkal kepada-Nya. Bahkan orang yang
berobat ibarat orang yang berusaha menghilangkan rasa lapar dan hausnya
dengan makan dan minum. Tentunya hal tersebut sebagaimana telah kita
ketahui bersama merupakan perkara yang tidak terlarang. Bahkan berobat
selama menggunakan cara yang tidak bertentangan dengan syariat merupakan
salah satu bentuk usaha yang menunjukkan benarnya tawakkal seseorang.
Di samping itu, telah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu telah
ditetapkan sebab untuk mendapatkannya. Sehingga justru dengan berobat
akan menjadi sebab semakin sempurnanya tauhid seseorang.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa berobat yang sesuai dengan syariat secara umum bisa
dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama adalah berobat dengan
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan doa-doa yang diajarkan oleh
Nabi n. Yaitu dengan cara dibacakan ayat dan doa tersebut dengan
diniatkan untuk mengobati pada bagian yang terkena sakit. Pengobatan
cara seperti ini disebut dengan istilah ruqyah. Cara ini, dengan izin
Allah l, akan menjadi sebab sembuhnya orang yang terkena penyakit.
Karena Allah l telah memberitakan kepada kita bahwa kalam-Nya adalah
obat. Sebagaimana pula telah disebutkan dalam banyak hadits yang
menunjukkan disyariatkannya pengobatan dengan cara ini. Di antaranya
disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim t dalam
Shahih-nya:
أَنَّ النَّبِيَّ n كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالمُعَوِّذَاتِ
“Bahwasanya Nabi n dahulu apabila terkena sakit beliau membaca untuk
(mengobati) dirinya dengan mu’awwidzat (yaitu surat Al-Ikhlas, Al-Falaq,
dan An-Nas).” (HR. Muslim)
Adapun cara yang kedua adalah berobat dengan menggunakan pengobatan
yang bermanfaat dan diperbolehkan secara syariat. Adapun obat-obatan
yang terbuat dari sesuatu yang diharamkan oleh Allah l maka tidak boleh
dijadikan sebagai obat. Hal ini sebagaimana disebutkan Nabi n dalam
sabdanya, ketika ada salah seorang sahabat yaitu Thariq bin Suwaid z
menanyakan tentang khamr, yaitu sesuatu yang memabukkan, untuk dijadikan
sebagai obat. Maka beliau menjawab:
إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٍ
“Sesungguhnya (khamr) itu bukan obat bahkan (khamr)itu adalah penyakit.” (HR. Muslim)
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk pengobatan yang tidak diperbolehkan adalah pengobatan dengan
sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan penyakit. Misalnya dengan
mengikatkan benang di leher atau di tangan, dengan maksud untuk
menghilangkan penyakit yang mengenainya atau untuk mencegah datangnya
penyakit. Perbuatan ini bahkan dikategorikan sebagai perbuatan syirik
yang bisa mengurangi kesempurnaan iman, bahkan bisa menghilangkannya.
Oleh karena itu, apa yang dilakukan sebagian orangtua dengan
mengalungkan benang di leher atau di tangan anaknya ketika ingin
mengobatinya dari penyakit panas atau yang semisalnya adalah cara
pengobatan yang dilarang dalam syariat. Karena benang atau semisalnya
yang dikalungkan itu tidak ada kaitannya secara langsung untuk
mengurangi atau menghilangkan penyakit. Oleh karena itu disebutkan dalam
hadits, bahwa Nabi n ketika mendapatkan ada sahabatnya yang mengenakan
sejenis logam di lengannya untuk menghilangkan sakit pada lengannya
tersebut, beliau n mengatakan:
انْزِعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، فَإِنَّكَ لَوْ مُتَّ وَهُوَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا
“Lepaskan dan buanglah (logam yang engkau lingkarkan di tanganmu),
karena sesungguhnya (apa yang kamu lingkarkan di tanganmu itu) tidak
akan membuat engkau kecuali semakin lemah. Seandainya engkau mati dalam
keadaan masih memakainya, sungguh engkau tidak akan mendapatkan
keberuntungan selamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang dikatakan baik
oleh sebagian para ulama)
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita senantiasa berhati-hati dalam masalah yang
berkaitan dengan pengobatan dan tatacaranya. Jangan sampai keinginan
untuk mendapatkan kesembuhan baik untuk diri kita, keluarga kita, atau
yang lainnya, membuat kita tidak memerhatikan aturan yang telah
disyariatkan. Ingatlah bahwa sakit yang menimpa seseorang itu tidaklah
seberapa dibandingkan siksa Allah l di akhirat kelak. Maka janganlah
kita mengorbankan agama kita dengan terjatuh pada pelanggaran dan
menyalahi syariat-Nya, terkhusus dalam masalah berobat. Begitu juga
dalam masalah yang lainnya. Mudah-mudahan Allah l senantiasa menjaga dan
menunjuki kita semua ke jalan yang diridhai-Nya. Wallahu a’lamu
bish-shawab. Walhamdulillahi rabbil ’alamin.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى
الظَّالِمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita berusaha untuk mengenal Rabb kita dengan
sebenar-benarnya. Semakin mengenal-Nya, maka kita akan semakin mengerti
apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan di dunia ini. Seseorang yang
mengetahui Allah l adalah Rabb yang memiliki sifat hikmah dan Maha
Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya, tentu akan bersabar
dan tetap istiqamah di atas syariat-Nya. Karena dia mengerti bahwa di
balik datangnya musibah itu ada hikmah yang Allah l kehendaki. Di
antaranya adalah sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.
Sehingga dengan ujian tersebut terbedakanlah antara orang yang bersabar
dengan yang tidak bersabar. Oleh karena itu, seseorang yang telah
mengenal Rabbnya tidak akan melanggar syariat-Nya tatkala dirinya
ditimpa musibah. Termasuk dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan
masalah berobat. Seorang muslim tentu tidak akan mengorbankan agamanya,
dengan melakukan pengobatan yang diharamkan oleh Allah l.
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk dari cara berobat yang diharamkan oleh Allah l adalah cara
pengobatan dengan mendatangi para dukun atau yang semisalnya. Bahkan
para ulama telah menghukumi para dukun atau tukang ramal sebagai
orang-orang kafir. Karena mereka dalam praktik pengobatannya menggunakan
bantuan dan beribadah kepada setan. Begitu pula, karena mereka adalah
orang-orang yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi mengaku bahwa
dirinya bisa mengetahui perkara yang ghaib. Maka tidak boleh bagi orang
yang menderita sakit untuk mendatangi dukun atau orang-orang yang
dianggap bisa meramal nasib atau mengetahui apa yang akan terjadi di
masa datang. Begitu pula tidak boleh bagi kaum muslimin untuk
membenarkan berita yang datang dari mereka.
Hadirin rahimakumullah,
Di dalam Shahihnya, Al-Imam Muslim t meriwayatkan bahwa Nabi n bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Barangsiapa mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu (kepadanya) maka
tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lainnya disebutkan:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا وَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa mendatangi dukun dan membenarkan ucapannya maka dia
telah mengingkari wahyu yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Muslim)
Kedua hadits tersebut dan hadits-hadits lainnya yang semakna
menunjukkan larangan dan ancaman yang sangat keras bagi orang yang
mendatangi serta membenarkan berita dari dukun dan yang semisalnya.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui bahwa pada masa sekarang banyak praktik perdukunan
yang dikemas dalam bentuk praktik pengobatan. Oleh karena itu, jangan
sampai kita tertipu dengan istilah-istilah yang mereka pakai untuk
mengaburkan keadaan mereka yang sesungguhnya. Janganlah kita tertipu
dengan istilah ruqyah, pengobatan alternatif, atau yang semisalnya yang
mereka gunakan dalam praktik perdukunan mereka. Janganlah kita tertipu
ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka gunakan. Karena mereka menggunakannya
tidak sebagaimana mestinya. Begitu pula janganlah kita tertipu dengan
penamaan diri mereka dengan sebutan paranormal, orang pintar, tabib,
bahkan kyai atau ustadz sekalipun. Berhati-hatilah dalam perkara ini
dengan bertanya kepada para ulama atau penuntut ilmu yang kokoh di atas
agama Allah l agar kita tidak melanggar syariat-Nya. Sungguh mereka
adalah orang-orang yang sangat berbahaya dan tidak ada kebaikannya.
Maka sudah semestinya bagi kaum muslimin untuk tidak mendatangi
praktik-praktik perdukunan yang mereka lakukan, serta tidak menyaksikan
pertunjukan-pertunjukan yang menggunakan bantuan setan yang mereka
peragakan. Sebagaimana pula hendaknya pemerintah melarang praktik dan
pertunjukan tersebut. Karena semua itu bertentangan dengan syariat Allah
l. Mudah-mudahan Allah l senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita
dan para pemimpin bangsa kita sehingga bisa menjalankan syariat-Nya.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ.
وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ،
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ،
اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ
الْمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ احْفَظْ وُلاَةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ
وَالْأَفْعَالِ، يَا حَيُّ، يَا قَيُّوْمُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ
وَالْحَمدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
oleh: Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar